Pertama kali dikarakterisasi oleh J.L.W. Thudichum (1884), secara kimiawi dan struktural, sphingomyelin masih termasuk kedalam kelompok lemak fosfolipid, namun karena kerangka kimiawinya bernama sphingosin maka biasa dimasukkan juga sebagai sphingolipid. Hal ini dikarenakan dalam molekul sphingomyelin mengandung senyawa fosfat dan kolin. Saat ini, senyawa kolin pun sudah diketahui sangat berperan dalam perkembangan otak.
Di dalam tubuh, sphingomyelin dapat dibiosintesis oleh tubuh dari asam amino serin dengan bantuan beberapa kofaktor seperti asam palmitat, vitamin B6, niasin dan riboflavin sehingga didapatkan kerangka dasarnya, sphingosin. Penambahan satu molekul asam lemak pada gugus amin dari sphingosin akan menghasilkan molekul ceramid dan selanjutnya pelekatan fosfokolin pada gugus hidroksil paling ujung akan menghasilkan sphingomyelin. Seperti halnya fosfatidilkolin, salah satu jenis fosfolipid, satu molekul sphingomyelin mengandung satu molekul kolin. Sehingga selain memiliki fungsi sebagai penyelimut, sphingomyelin juga berperan sebagai pembawa kolin.
Berbeda dengan AA dan DHA, sphingomyelin memainkan peranan dalam pembentukan myelin dan myelin sendiri berfungsi sebagai "selimut" sel saraf sehingga membantu impuls pada sel saraf tersebut.. Proses penyelimutan bagian akson (serabut) dari sel saraf dikenal dengan nama myelinasi.
Myelin merupakan lembar kaya lipid yg komponen utamanya adalah sphingomyelin dan metabolit sphingolipid lain serta berfungsi untuk mempercepat impuls dari satu sel saraf ke sel saraf, otot atau sel target lain. Fungsi ini menjadikan sphingomyelin mulai dilirik oleh para ilmuwan untuk meneliti lebih jauh seberapa penting perannya dalam perkembangan sel saraf yang baik dan sehat.
Friday, 31 December 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment