Berhenti merokok hingga kini terus digaungkan. Tapi apa mau dikata, jumlah perokok tak kunjung menurun. Akibatnya, berbagai penyakit kardiovaskular hingga kini masih jadi ancaman serius.
Penyakit kardiovaskular cenderung meningkat di negara yang sedang berkembang. Federasi Jantung Dunia, WHF, melaporkan bahwa penyebab kematian akibat penyakit kardiovaskular terus meningkat di negara berkembang, dari 16% pada 1985 menjadi 24% pada 1997. Hal ini juga terjadi di Indonesia.
Kondisi sebaliknya justru terjadi di negara maju. Persentase kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah terus menurun, dari 51% pada 1985 menjadi 46% pada 1997.
Penyakit kardiovaskular berkaitan erat dengan faktor risiko dan telah dibuktikan oleh banyak penelitian. Faktor risiko itu, antara lain hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes melitus, obesitas, stres, kurang aktivitas.
Salah satu faktor risiko yang sudah tak terbantahkah adalah rokok. Kandungan sekitar 4.000 senyawa dalam bentuk partikel dan gas––nikotin, tar, dan karbon monoksida termasuk di dalamnya—menjadi faktor penyebab terjadinya penyakit kardiovaskular.
Penelitian yang dilakukan staf Pusat Jantung Nasional RS Harapan Kita Dr dr Mirza Zoebir SpPD mengungkapkan, karbon monoksida, khususnya yang terkandung di dalam rokok, berpengaruh terhadap perjalanan klinis infard miokard akut.
Karena afinitas karbon monoksida dengan hemoglobin yang sangat besar (lebih dari 240 kali dibanding oksigen), terjadi pengurangan pengiriman oksigen oleh hemoglobin ke berbagai jaringan.
“Selain itu, kuatnya ikatan karbon monoksida dengan hemoglobin mengakibatkan oksigen lebih sulit dilepaskan ke miokard dan jaringan-jaringan lainnya pada penderita PJK,” paparnya di kampus UI Salemba, pekan lalu.
Penelitian melibatkan 145 penderita infard miokard akut yang masuk ke ruang gawat darurat dan dirawat di cardio-vascular care unit (CVCU) RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Salah satu faktor risiko yang ditemukan pada subjek penelitian itu adalah kebiasaan merokok, yang mencapai 64,14%.
Untuk itu, Mirza mengingat bahaya karbon monoksida terhadap kesehatan. Dengan demikian, pilihan lain kecuali dengan menghindari pajanannya. “Keracunan karbon monoksida sebenarnya mudah ditangani. Selain dapat diusir dengan oksigen, pencegahan yang paling efektif dengan menghindari paparan karbon monoksida,” tandasnya.
Sunday, 12 August 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment