Para peneliti dari Universitas North Carolina (UNC) di Chapel Hill telah menemukan jalan menghentikan masalah yang tumbuh yaitu bakteri resisten terhadap penanganan obat saat ini, dengan membuat bakteri ke dalam program kontrol pengembangbiakan. Studi ini diterbitkan dalam the Proceedings of the National Academy of Sciences edisi online 9 Juli 2007.
Tim ini menemukan kunci kelemahan dalam enzim yang menolong bakteri fertil menukar gen untuk resistensi obat. Obat yang disebut bifosfonat, secara luas digunakan untuk menangani keropos tulang, memblok enzim ini dan mencegah bakteri menyebarkan gen-gen resisten. Menginterferensi enzim menambah efek penghilangan resistensi antibiotik di dalam kultur laboratorium. Studi obat pada hewan saat ini sedang berjalan.
Menurut Matt Redinbo, Ph.D, peneliti senior studi dan profesor kimia, biokimia dan biofisika di UNC-Chapel Hill, temuan kami mengarah pada kemampuan secara selektif membunuh bakteri yang resisten pada pasien dan menghambat penyebaran resistensi secara klinis. Studi ini menghasilkan senjata baru dalam peperangan melawan bakteri resisten antibiotik, yang menggambarkan masalah kesehatan serius. Pada dekade terakhir, hampir semua tipe bakteri telah menjadi resisten terhadap penanganan antibiotik. Kuman ini menyebabkan infeksi mematikan yang sulit ditangani dan biaya mahal untuk penyembuhannya.
Setiap kali seseorang menggunakan antibiotik, obat membunuh bakteri terlemah di dalam aliran darah. Setiap kuman yang telah mengalami mutasi terhadap antibiotik akan bertahan. Mikroba-mikroba resisten obat ini secara cepat mangakumulasikan mutasi yang menguntungkan dan membagikannya dengan bakteri lain melalui konjugasi mikroba. Konjugasi mulai ketika dua bakteri menyatukan kedua membran. Ketika masing-masing membuka lubang dalam membrannya, salah satu menyemprotkan satu untaian DNA kepada yang lain. Kemudian, keduanya menjalankan ‘perkawinan’, salah satunya mengandung gen baru yang membawa sifat resistensi obat. Kebanyakan bakteri yang tinggi resisten obat mengandalkan enzim DNA relaxase untuk mendapatkan dan melepaskan gen resisten mereka.
Para peneliti menganalisis enzim relaxase karena memainkan peranan penting dalam konjugasi. Enzim ini memulai dan menghentikan gerakan DNA di dalam bakteri. Redinbo mengatakan enzim ini adalah penjaga gawang dan juga merupakan titik lemah proses resistensi.
Para peneliti memprediksi bahwa kelemahan enzim terjadi pada titik dimana DNA ditangani. Relaxase harus memutar kedua untaian DNA kaya fosfat pada saat bersamaan. Tim mencurigai suatu bahan kimia ion fosfat dapat menempel pada dua sisi ikatan DNA. Redinbo menyadari bahwa bifosfonat adalah umpan yang tepat.
Ada beberapa bifosfonat di pasaran, hanya 2 yang terbukti efektif. Obat-obat tersebut adalah clodronate dan etidronate yang mencuri sisi penempelan DNA sehingga mencegah relaxase menangani DNA. Bagaimana bifosfonat merusak setiap bakteri masih belum diketahui dengan pasti, tapi obat-obat tersebut poten dalam menghilangkan setiap E. Coli yang membawa relaxase. Dengan menargetkan bakteri-bakteri ini, obat-obat bertindak seperti obat kontrol kelahiran dan mencegah penyebaran resistensi antibiotik.
Menurut Redinbo, pengujian lebih lanjut akan menemukan apakah bifosfonat juga menyerang spesies seperti Acinetobacter baumanii (penyebab hospital-acquired pneumonia), Staphylococcus aureus dan Burkholderia (infeksi paru).Obat-obat ini mungkin sangat efektif di daerah para dokter dapat paling baik mengontrol dosis pada kulit dan saluran cerna. Aplikasi lain dapat memasukkan desinfektan dan penanganan bagi hewan ternak.
Friday, 17 August 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment