Mendengkur merupakan tanda adanya gangguan pada saluran pernafasan. Dengkur menunjukkan adanya obstruksi (sumbatan) pada sebagian saluran nafas atas, yang menunjukkan gejala penyakit obstructive sleep apnea (OSA). Oleh karena itu mendengkur dapat dikatakan sebagai silent killer.
OSA merupakan berhentinya aliran
pernafasan selama beberapa detik saat tidur, walau ada upaya bernafas
(respirasi effort). OSA dapat menimbulkan sejumlah komplikasi yang berbahaya,
di antaranya :
- Hipertensi (resiko dua hingga tiga kali)
- Jantung koroner (resiko dua kali)
- Stroke
- Kematian mendadak
Tidur yang normal untuk orang dewasa
adalah 6 hingga 8 jam. Saat tidur, tubuh melakukan proses regenerasi untuk
mengganti sel-sel tubuh yang rusak, termasuk proses penyembuhan dari berbagai
penyakit. Orang yang tidur dengan mendengkur cenderung memiliki jam tidur yang
kurang. Ia sering merasakan gejala seperti lemas saat bangun tidur, daya ingat
dan konsentrasi yang rendah, kehilangan emori, iritabilitas (mudah teriritasi),
dan mudah mengantuk.
Menurut ketua departemen THT
FKUI-RSCM, mendengkur dan OSA umumnya terjadi pada orang dewasa (pria dan orang
lanjut usia lebih sering mengalaminya dibandingkan dengan wanita). Anak-anak
juga beresiko mengalaminya, namun memiliki faktor penyebab yangberbeda dengan
yang orang dewasa alami. Umumnya mereka mengalami hal tersebut karena
pembesaran amandel.
Mendengkur dan OSA terjadi karena
banyak faktor. Lokasi penyumbatan saluran pernafasan (obstruksi) dapat terjadi
lebih dari satu titik. Untuk mengetahuinya secara pasti, sangat perlu dilakukan
pemeriksaan saluran pernafasan, mulai dari level hidung hingga daerah laring
dengan nasofaringoskopi serat optik. Obstruksi pada hidung dapat terjadi akibat
inflamasi mukosa atau kelainan struktural. Obstruksi saluran nafas juga dapat
terjadi pada level velofaring atau retropatal, retroglosal, dan hipofaring.
Loka obstruksi sangat penting diketahui karena berkaitan dengan kesesuaian
derajat berat atau ringannya OSA, yang ditentukan melalui pemeriksaan
polisomnografi. Hasil polisomnografi akan menentukan jenis terapi yang tepat
untuk pasien, apakah dengan teknik bedah atau non bedah.
Terapi bedah dapat dilakukan dengan
berbagai metod, sesuai dengan kondisi dan tingkat keparahan penyakit pasien. Di
antaranya teknik implant pillar, radiofrekuensi konka inferior, cautery
assisted palatal stiffening operation somnoplasty, uvula palato pharyngoplasti,
dan tongue base surgery. Sedangkan terapi non bedah dapat menggunakan continous
positive airway pressure (CPAP), berupa alat seperti topeng yang dikenakan
penderita saat ingin tidur. CPAP terbaru dapat menyesuaikan pola nafas alami
dan memiliki beberapa keistimewaan karena lebih mudah dan nyaman, memiliki
ukuran lebih kecil dan lebih ringan, tidak berisik, dan mudah untuk dibawa
bepergian.
No comments:
Post a Comment