Apakah seorang wanita yang pernah melahirkan anaknya dengan operasi sesar, boleh melahirkan kemudian dengan cara normal (per vaginam)? Sebaiknya tidak, karena dari penelitian terakhir, hal ini akan membuat ibu maupun janinnya berisiko, walaupun risikonya tidak besar. Rasio untuk mengalami ruptura uteri (robeknya jaringan rahim), salah satu risiko yang dapat membahayakan jiwa adalah antara 0,5 hingga 1 persen.
Di tahun 1970, operasi sesar hanya dilakukan dalam 5 % dari seluruh persalinan, tapi di tahun 2002, meningkat pesat hingga 26 % dari seluruh kehamilan. Persalinan per vaginam setelah operasi sesar yang pernah dilakukan terjadi sekitar 3% dari seluruh kehamilan di tahun 1981, dan meningkat hingga 31% di tahun 1998, kemudian di tahun 2002 menurun kembali menjadi 12,7 %. Penurunan ini sebagian disebabkan karena kekhawatiran akan adanya ruptura uteri dan risiko lainnya.
Penelitian terbaru ini dilakukan di Inggris selama 4 tahun dengan 33.000 wanita pada 19 rumah sakit pusat pendidikan. Selama tahun 1999 hingga 2002, persalinan per vaginam dilakukan terhadap 17.898 wanita, dimana 15.801 wanita pernah menjalani operasi sesar sebelumnya. Sekitar 73% berhasil melahirkan bayinya dengan melakukan partus (persalinan) percobaan dengan persalinan per vaginam. Sedang 27% lagi, gagal dalam partus percobaan ini dan terpaksa menjadi operasi sesar kembali.
Wanita yang menjalani partus percobaan, 124 orang (0,7%) mengalami ruptura uteri dan 12 bayi mengalami kerusakan otak akibat kekurangan oksigen. 7 diantara bayi tersebut, sang ibu juga mengalami ruptura uteri, 2 diantara bayi tersebut meninggal dunia. Bila dihitung-hitung, risiko absolut terjadi 0,46 dari 1000 wanita. Risiko ibu untuk mengalami endometritis (peradangan pada lapisan dalam rahim) dan juga ibu yang mendapat transfusi darah, juga meningkat. Dari ibu yang menjadi operasi sesar kembali, tidak ditemukan satupun bayi yang mengalami risiko seperti di atas.
Ibu yang pernah mengalami operasi sesar dan berencana untuk menjalani persalinan per vaginam, sebaiknya mempertimbangkan beberapa faktor risiko yang mungkin timbul, baik risiko bagi sang ibu, maupun risiko bagi sang janin. Ruptura uteri yang terjadi walaupun dapat diatasi, sering memerlukan operasi pengangkatan rahim. Hal ini dapat menyebabkan kematian atau kerusakan otak bagi sang bayi. Walaupun risiko tersebut tidak besar, hanya sekitar 1 dari 2000 partus percobaan.
Jadi sebaiknya dipertimbangkan dengan baik sebelum Anda memutuskan bila Anda dihadapi seperti pilihan di atas. Konsultasikanlah dengan dokter Anda, tanyalah dengan seksama keuntungan dan kerugian dari masing-masing pilihan yang ada dan tentu saja dengan risikonya masing - masing, sebelum Anda membuat keputusan.
Sumber: New England Journal of Medicine
Tuesday, 30 August 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment