Sunday, 30 March 2014

Kecerdasan Emosional


Istilah kecerdasan emosional pada mulanya dilontarkan oleh dua ahli psikologi, Peter Salovey, dari Universitas Harvard, dan John Mayer, dari Universitas New Hampshire. Istilah ini kemudian dipopulerkan oleh Daniel Goleman, penulis buku laris Emotional Intelligence: "Why it can matter more than IQ" (1995)

Salovey dan Mayer menggunakan istilah kecerdasan emosional untuk menggambarkan sejumlah ketrampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan orang lain, serta kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan meraih tujuan hidup.

Dalam menjabarkan arti kecerdasan emosional, Salovey dan Mayer menggunakan pengertian "kecerdasan pribadi" yang dikemukan oleh ahli psikologi Howard Gardner sebagai definisi dasar, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi, serta cara bekerja dan cara bekerjasama dengan mereka. Juga, kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan hasrat orang lain.

Definisi dasar ini kemudian diperluas oleh Salovey dan Mayer dalam lima wilayah utama, yakni:
  1. Kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri.
  2. Kemampuan untuk mengelola dan mengekspresikan emosi diri sendiri dengan tepat.
  3. Kemampuan untuk memotivasi diri sendiri.
  4. Kemampuan untuk mengenali orang lain.
  5. Kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain
Mengenai penggunaan istilah EQ sebagai sinonim bagi kecerdasan emosional, Salovey dan Mayer menyatakan keberatan mereka. Karena khawatir bahwa orang akan salah mengerti dengan berpikir bahwa ada tes akurat untuk mengukur EQ atau bahwa EQ adalah suatu ukuran.

Tapi kenyataannya, walau tidak pernah bisa diukur, EQ tetap adalah konsep yang bermakna. Karena meski kita tidak bisa mengukur kepribadian dan perilaku sosial, seperti kebaikan, rasa percaya diri, atau respek terhadap orang lain, kita dapat mengenalinya pada anak-anak dan sependapat betapa pentingnya hal ini.

No comments: