Wednesday, 31 July 2013
Dampingi Ia saat Keguguran Terjadi
Menurut sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal Psychosomatic Medicine, 39 persen wanita mengatakan bahwa kehidupan seksual mereka mengalami masalah bahkan setelah satu tahun pasca keguguran.
Keguguran memang bukan masalah ringan, terlebih bagi mereka yang sudah sangat menanti-nantikan datangnya si buah hati. Kegembiraan karena kehamilan berubah 180 derajat menjadi kesedihan saat sadar bahwa kehamilan ternyata tidak dapat dilanjutkan.
Kekecewaan bisa menimpa sang calon ayah yang sudah sangat merindukan kehadiran si buah hati. Tapi yang jelas, kesedihan ibu tentu sangat besar pula. Sayangnya, kesedihan dan kekecewaan seringkali membuat kita tidak dapat berpikir jenih. Alih-alih menghibur pasangan hidupnya, sebagian suami justru cenderung menyalahkan istri atas keguguran yang terjadi. Mulai dari alasan terlalu aktif melalukan kegiatan sampai sejuta alasan lain.
Dari penelitan tersebut terungkap bahwa hampir setengah dari pasangan yang mengalami keguguran menjalani kehidupan rumah tangga yang tetap baik, setidaknya hampir seperti saat sebelum keguguran terjadi. Sayangnya, 1/3 dari responden merasa bahwa hubungannya dengan sang suami menjauh dan hanya 23 persen yang merasa bahwa hubungan mereka justru menjadi lebih dekat.
Dalam hal hubungan seksual, hanya 6 persen wanita yang merasa bahwa hubungan seksual mereka justru membaik sedangkan 39 persen mengatakan bahwa hubungan suami istri telah mengalami masalah setelah keguguran terjadi.
Masalah emosi yang dialami oleh seorang wanita (seperti halnya juga pria) memang tergantung dari kedewasaan emosi mereka. Tetapi benturan-benturan hebat tentu dapat pula mempengaruhi keseimbangan emosi mereka. Dan benturan tersebut dapat bertambah hebat saat pasangan hidup yang ia cintai dan percayai ternyata justru menyalahkannya.
Masalah keguguran dapat berlanjut lebih jauh lagi. Saat dilakukan wawancara dengan para responden tersebut terungkap bahwa mereka yang yakin bahwa hubungan interpersonal mereka terganggu setelah keguguran menjadi lebih takut untuk kembali hamil. Mereka juga merasa tidak mampu untuk berbagi duka dengan pasangannya, kurang dicintai dan kurang mendapat dukungan. Selain itu, wanita yang merasa hubungan seksual menjadi masalah setelah keguguran cenderung untuk menghindari hubungan seksual karena hal tersebut akan mengingatkannya pada keguguran yang ia alami.
Masalah emosi memang bisa mempengaruhi kehidupan rumah tangga. Masalah ini bahkan bisa menjadi semakin parah saat masalah tersebut ditangani dengan emosi yang negatif pula. Karena itu, perlihatkan dengan setulus hati bahwa kita mengerti akan kesedihan yang ia alami. Wanita yang merasa bahwa kedekatan hubungan dengan suami justru membaik setelah keguguran menyatakan bahwa pasangan hidupnya tersebut telah berbagi perasaan dan pengalamannya dengan mereka. Sang suami juga mampu memperlihatkan bahwa mereka memahami dan menyayangi.
Jadi, temani pasangan hidup kita saat ia mengalami keguguran. Bukan sekedar menemani, tapi juga mendampinginya dengan sepenuh hati untuk melewati masa-masa yang menyedihkan tersebut. Bukankah sudah janji kita saat menikah untuk selalu bersama di saat suka maupun duka.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment