Kumis, janggut, cambang, atau tumbuhnya rambut di beberapa bagian tubuh pada pria merupakan kerja dari hormon-hormon yang dimiliki oleh pria. Namun, keberadaan hormon tersebut dapat juga terjadi pada tubuh wanita. Mengapa demikian?
Selama ini, kita mungkin lebih mengenal hormon androgen, salah satunya adalah hormon testosteron, sebagai hormon seks pada pria. Namun, bukan berarti wanita tidak memilikinya. Dalam tubuh wanita juga terdapat hormon estrogen, progesteron, dan sedikit androgen. Jika hormon-hormon tersebut berada dalam keadaan yang seimbang, seorang wanita tidak akan mengalami masalah yang berarti. Namun, bila terjadi ketidakseimbangan hormonal, misalnya terjadi kelebihan atau kekurangan hormon androgen, maka pengaruhnya akan tampak sekali pada wanita.
Hormon androgen pada pria diproduksi di testis, sedangkan pada wanita diproduksi di kedua indung telur dan juga kelenjar adrenal. Jenis dan jumlahnya pun berbeda. Pada wanita, kadar hormon androgen hanya boleh ada maksimal 10% dibandingkan pada pria. Jadi, bila seorang pria memproduksi hormon androgen misalnya 6-8 mg per hari, maka wanita seharusnya hanya memproduksi kurang dari 0,5 mg per hari. Kadarnya memang sulit dinyatakan dengan pasti, karena nilainya berfluktuasi tergantung pada usia, siklus haid, dan status menopause wanita yang bersangkutan.
Meskipun jumlah hormon androgen dalam tubuh wanita sangat sedikit, hormon tersebut berperan penting untuk pengaturan fungsi tubuh, baik sebelum, selama, maupun sesudah menopause. Hormon itulah yang memicu tumbuhnya rambut ketiak dan pubis saat dimulainya masa puber pada gadis remaja. Pada wanita dewasa, hormon androgen diperlukan dalam proses pembentukan estrogen dan berperan penting untuk mencegah pengeroposan atau hilangnya massa tulang (osteoporosis), mempertahankan gairah seks (libido), dan rasa nyaman.
Beberapa faktor, seperti adanya kelainan genetik pada kelenjar adrenal, adanya tumor pada indung telur atau kelenjar adrenal, serta penggunaan obat-obatan yang mengandung steroid, dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar hormon androgen. Kondisi hiperandrogenemia itu dapat mengakibatkan timbulnya berbagai masalah, antara lain:
1. Masalah kulit yang menetap, seperti kulit berminyak, kasar, atau berjerawat.
2. Masalah rambut, seperti penipisan rambut kepala atau rambut menjadi berketombe.
3. Gangguan siklus haid.
4. Pola tumbuh rambut yang tidak normal (hirsutisme), menyerupai pola rambut pada pria (male hair pattern), misalnya tumbuh rambut di wajah (kumis, jenggot atau cambang), dada, punggung atas, perut, bagian dalam paha dan punggung jari-jari kaki. Namun dalam hal ini, rambut pada lengan dan betis tidak dapat menjadi ukuran.
5. Perubahan suara menjadi dalam dan serak.
6. Pembesaran klitoris.
7. Gangguan pada sistem reproduksi yang dapat menyebabkan sulit untuk punya anak (infertilitas primer).
8. Bila tidak ditangani dengan baik, maka akan timbul masalah kesehatan lainnya yang lebih serius, seperti diabetes, kanker rahim, kolesterol tinggi, penyakit jantung, dan hipertensi.
Kadar hormon androgen dalam tubuh wanita juga dapat berkurang. Kondisi hipoandrogenemia dapat terjadi pada wanita di segala usia, namun umumnya terjadi selama atau setelah premenopause (istilah yang sering digunakan untuk masa 5-7 tahun menjelang menopause). Gangguan hormon androgen sebenarnya tidak dapat disembuhkan, tapi dapat dikontrol dengan menggunakan obat-obatan atau suplemen hormon tertentu. Namun, beberapa jenis obat tersebut tidak boleh digunakan untuk wanita hamil dan menyusui.
Friday, 30 April 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment