Monday, 31 May 2010

Seks & Kesuburan

Cukup banyak anggapan yang salah tentang istilah gangguan seks dan gangguan kesuburan. Bila suami atau istri bisa melakukan hubungan seks dengan baik, itu artinya dia pasti subur. Padahal, gangguan seks dan gangguan kesuburan adalah dua hal yang berbeda.

Gangguan seks disebabkan oleh adanya ketidakberesan pada organ seks itu sendiri, sedangkan subur tidaknya seorang pria biasanya dipengaruhi oleh kondisi sel spermanya. Jadi, kesuburan atau infertilitas memang tidak hanya terjadi pada wanita saja. Perlu diketahui, sekitar 50% penderita gangguan kesuburan adalah kaum pria.

Belum mempunyai keturunan tidak berarti Anda dan pasangan adalah tidak subur atau infertil. Pasangan infertil adalah pasangan yang sudah menikah selama satu tahun, melakukan persetubuhan secara teratur tanpa menggunakan kontrasepsi, namun tidak juga menghasilkan anak. Bila setelah setahun tidak punya anak juga, maka sebaiknya segera melakukan pemeriksaan.

Kalau usia istri sudah lebih dari 35 tahun, pemeriksaan sebaiknya dilakukan lebih cepat lagi, kira-kira 3-6 bulan setelah menikah. Sedangkan untuk pria, sampai usia berapapun masih bisa memproduksi sperma, meskipun tetap ada batasnya. Pada usia 40 tahun ke atas, pergerakan sperma akan mulai melambat.

Jika Anda dan pasangan memang memiliki masalah infertilitas, sebaiknya segera konsultasikan ke dokter. Saat ini cukup banyak klinik untuk pemeriksaan kesuburan dengan menggunakan fasilitas peralatan yang lengkap, sehingga bisa dilakukan pemeriksaan dasar (hormon, analisa sperma, serta imunologi atau faktor kekebalan tubuh) maupun pemeriksaan genetika.

Faktor-faktor penyebab ketidaksuburan pada pria antara lain yaitu:

1. Faktor pre-testicular (sekitar 15%), misalnya:
1. Gangguan pada hormon yang mengatur testis untuk memproduksi pembentukan sperma, yaitu FSH (Folicel Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone).
2. Gangguan seksual, seperti ejakulasi dini.
3. Akibat penggunaan obat-obatan tertentu. Bahan kimia dalam obat-obatan tersebut menyebabkan gen yang bekerja sebagai penerima hormon testosteron tidak berkembang sehingga gen tersebut tidak bisa menerima hormon testosteron, dan hormon akhirnya tidak bisa memproduksi sperma.
2. Faktor testicular (sekitar 25%), misalnya:
1. Gangguan pada testis. Misalnya, gondongan yang membuat testis mengalami kerusakan dan gangguan dalam memproduksi sperma.
2. Faktor genetik. Gen penerima hormon testosteron tidak berkembang sehingga hormon tidak bisa memproduksi sperma.
3. Faktor lingkungan, misalnya terpapar oleh radiasi.
3. Faktorpost-testicular (sekitar 26%), misalnya:
1. Gangguan atau sumbatan pada testis. Jadi, meskipun hormon dan testis sudah bekerja dengan baik, namun sperma tetap saja tidak keluar.

Gangguan seksual itu sendiri dapat dibedakan menjadi :

1. Faktor internal. Misalnya, gangguan pada hormon seks pria, seperti gangguan hormon testosteron yang menyebabkan libido dan ereksi menjadi sulit.
2. Faktor eksternal. Misalnya, trauma psikologis sehingga sulit berereksi.

No comments: