Monday, 29 September 2008

Metode persalinan pengaruhi kekebalan tubuh anak

Metode persalinan mana yang akan anda pilih? Normal atau melalui bedah Caesar? Mungkin di antara anda belum banyak yang mengetahui, bahwa metode persalinan yang dipilih ternyata berpengaruh terhadap kekebalan tubuh buah hati anda nantinya. Mengapa demikian?

Professor Patricia Conway dari University of New South Wales, Australia, memaparkan bahwa bayi yang dilahirkan dengan metode Caesar, membutuhkan waktu kira-kira enam bulan untuk mencapai mikrobiota usus yang serupa dengan bayi lahir normal, sehingga bayi Caesar memiliki risiko lebih tinggi terhadap berbagai jenis penyakit.

"Metode persalinan mempengaruhi perkembangan mikrobiota usus, yang selanjutnya akan berdampak pada daya tahan tubuh anak," papar Prof. Conway dalam diskusi bertema Metode Persalinan Berpengaruh pada Pembentukan Mikrobiota Saluran Pencernaan dan Kekebalan Tubuh Buah Hati di Hotel Gran Melia, Jakarta, 3 Juli 2008 yang lalu.

Saat baru lahir, saluran cerna bayi lahir normal nyaris steril, bebas kuman. Pada proses persalinan normal, bakteri dari ibu dan lingkungan sekitar membentuk kolonisasi pada saluran cerna anak. Pada persalinan normal, bayi berpindah dari rahim yang nyaris steril ke lingkungan luar melalui proses yang lama yang melibatkan kontraksi berjam-jam. Sebagai imbasnya bayi kontak secara alami dengan mikroflora normal ibu dan kemudian mikrobiota itu berkoloni di ususnya. Mikrobiota pada saluran cerna bayi yang baru lahir yang memegang peran utama mengaktifkan sistem kekebalan adalah kelompok Bifidobacteria dan Lactobacilli.

Sebaliknya pada bayi yang lahir Caesar, proses persalinan dilakukan di ruangan steril. Bayi diambil langsung dari rahim ibu tanpa kontak dengan area rektum dan vagina ibu, jadi tidak ada kesempatan kontak dengan mikrobiota normal di jalan lahir. Selain itu, untuk menghindari infeksi pascaoperasi, ibu biasanya diberi antibiotik yang disalurkan ke bayinya melalui plasenta. Akibatnya kolonisasi bakteri menguntungkan (probiotik) di
saluran cerna terhambat. Padahal inisiasi koloni bakteri yang diperoleh bayi saat persalinan normal berpengaruh kuat pada perkembangan dan pematangan sistem kekebalannya.

Karena tidak terjadi kontak dengan jalan lahir ibu, yang sebenarnya merupakan modal awal sebagai senjata ketahanan tubuh, bayi yang terlahir melalui bedah Caesar memiliki risiko lebih tinggi terkena infeksi dan penyakit alergi.

Terdapat konsep bahwa selama proses persalinan normal akan terjadi transfer bakteri dari vagina dan usus ibu ke dalam usus bayi yang akan menyebabkan peningkatan koloni bakteri di dalam usus bayi dan bermanfaat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi baru lahir.

Manfaat lainnya adalah melindungi bayi baru lahir dari infeksi bakteri yang berbahaya, membantu proses pencernaan bayi baru lahir dan juga membantu untuk menghasilkan vitamin yang sangat diperlukan bagi bayi baru lahir tersebut. Proses ini merupakan proses perlindungan alamiah bagi bayi baru lahir. Proses transfer bakteri bermanfaat dari ibu ke bayi tidak akan terjadi jika persalinan dilakukan dengan cara bedah Caesar.

Persalinan Caesar Bukannya Tanpa Risiko

Metode persalinan merupakan hal yang sangat penting, karena sangat terkait dengan angka kematian dan angka kesakitan baik bagi ibu maupun bagi bayi yang baru dilahirkan. Metode persalinan yang umum dilakukan ada dua, yakni persalinan normal (melalui jalan lahir ibu) dan bedah Caesar (proses kelahiran yang bukan dari jalan lahir normal, yaitu dengan cara menyayat bagian bawah perut hingga rahim).

Persalinan dengan bedah Caesar terkait dengan kematian ibu, 3 kali lebih besar dibandingkan dengan persalinan normal. Angka kematian langsung akibat persalinan Caesar adalah sekitar 5,8 per 100.000 persalinan. Persalinan dengan bedah Caesar memiliki angka kesakitan lebih tinggi yaitu sekitar 27.3 permil (per 1000) dibandingkan dengan persalinan normal yang hanya sekitar 9 permil saja.

Peningkatan risiko kesakitan bagi ibu hamil akibat persalinan Caesar yang dibandingkan dengan persalinan normal adalah sebagai berikut:
• 5 kali lebih besar untuk mengalami henti jantung.
• 3 kali lebih besar untuk dilakukan pengangkatan rahim (histerektomi).
• 3 kali lebih besar untuk mengalami infeksi masa nifas.
• 2,3 kali lebih besar untuk mengalami komplikasi anestesi.
• 2,2 kali lebih besar untuk mengalami sumbatan pembuluh darah.
• 2,1 kali lebih besar untuk mengalami perdarahan banyak yang seringkali berakhir dengan pengangkatan rahim.
• 1,5 kali lebih besar untuk lebih lama dirawat di rumah sakit.
Peningkatan risiko tidak hanya terjadi pada ibu, namun juga terjadi peningkatan risiko bagi bayi yang baru lahir terkait dengan cara persalinan Caesar. Adapun risiko yang dialami oleh bayi baru lahir akibat persalinan Caesar adalah risiko kematian bayi, risiko gangguan pernafasan bayi, risiko trauma bayi, dan risiko gangguan otak bayi. Risiko yang dialami bayi baru lahir terkait persalinan Caesar adalah 3,5 kali lebih besar dibandingkan dengan persalinan normal.

Dr. Andon Hestiantoro SpOG(K) dari Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM menjelaskan bahwa persalinan Caesar di rumah sakit pemerintah saat ini sekitar 11-15 persen sementara di rumah sakit swasta dapat mencapai 30-40 persen.

Melakukan bedah Caesar untuk persalinan merupakan fenomena yang saat ini meluas di kota-kota besar di Indonesia. Beragam alasan melatarbelakangi semakin banyaknya ibu yang memilih persalinan dengan bedah Caesar.

Menurut Dr. Andon, seharusnya persalinan Caesar dilakukan atas dasar indikasi medis. Namun saat ini terjadi kecenderungan lain untuk indikasi persalinan dengan bedah Caesar. Indikasi tersebut seringkali tidak sesuai dengan indikasi medis.

Berikut beberapa indikasi medis persalinan Caesar:
• Indikasi ibu
Eklampsia (kejang dalam kehamilan); panggul sempit; plasenta menutupi jalan lahir; kelainan jantung pada ibu; persalinan macet; perdarahan banyak selama kehamilan; infeksi dalam rahim; dinding rahim yang menipis akibat bedah Caesar atau operasi rahim sebelumnya; tumor dirahim, di indung telur atau di vagina yang menghalangi jalan lahir.
• Indikasi janin
Gawat janin; bayi besar; bayi letak lintang; kehamilan triplet atau lebih; kembar siam; janin hidrosepalus.
Beberapa indikasi bedah Caesar yang tidak sesuai dengan indikasi medis:
• Faktor sosial
Suami terlampau cemas dan menganggap istrinya tidak sanggup melahirkan normal; suami kuatir vagina istri menjadi longgar; riwayat infertilitas; memilih waktu dan tanggal kelahiran.
• Faktor pemahaman ibu hamil yang salah
Lebih nyaman melahirkan dengan bedah Caesar karena tidak sakit; melahirkan Caesar lebih aman dibandingkan dengan persalinan normal; melahirkan Caesar bayi lebih pintar; kKuatir untuk dilakukan vakum atau forseps pada persalinan normal; kuatir kepala bayi terjepit saat persalinan normal.

ASI Mengandung Probiotik

Saluran cerna yang sehat banyak didominasi oleh koloni bakteri baik yang lazim disebut probiotik. Agar probiotik di saluran cerna mampu tumbuh dan berkembang dengan baik dan mengenyahkan dominasi bakteri jahat, maka dibutuhkan prebiotik yang berfungsi sebagai makanannya.
Pada bayi lahir normal yang diberi ASI (air susu ibu), bakteri probiotik mendominasi 99% mikrobiota usus. Pada bayi Caesar yang juga mendapat ASI, bakteri baik ini kurang dominan, dan biasanya digantikan oleh bakteri jenis lain yang kurang diinginkan, yaitu Clostridium atau Enterobacter.

Kekurangan bakteri probiotik berarti juga kurangnya 'latihan yang cukup' dari sistem kekebalan tubuh adaptif dan biasanya berpengaruh pada sistem imun terkait penyakit seperti alergi dan infeksi. Tidak heran, bayi yang kekurangan bakteri probiotik di ususnya lebih mudah sakit.

Bayi lahir Caesar butuh waktu beberapa lama, kira-kira enam bulan, untuk mencapai mikrobiota usus yang serupa dengan bayi yang lahir normal. “Hasil-hasil penelitian menunjukkan bayi-bayi yang dilahirkan secara Caesar memiliki waktu pembentukan mikrobiota saluran cerna yang tertunda serta memiliki risiko terhadap berbagai jenis penyakit yang lebih tinggi,” tambah Prof. Conway

Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan dominasi bakteri baik di saluran cerna bayi, yakni dengan memberikan suplemen bakteri baik secara langsung dan mendukung pertumbuhan bakteri baik yang sudah ada di usus dengan pemberian makanan yang tepat.

ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi. Saat ini telah diketahui bahwa air susu ibu juga mengandung bakteri-bakteri yang menguntungkan (probiotik) di samping karbohidrat tertentu yang mendukung pertumbuhan Bifidobacteria. "Ini berarti bahwa ASI tidak hanya mendukung pertumbuhan bakteri yang menguntungkan tetapi juga mensuplai bakteri-bakteri menguntungkan tersebut secara langsung ke bayi," tegas Prof. Conway.

ASI terbukti mengandung komposisi zat gizi yang mendukung pertumbuhan bakteri baik (rendah protein, tinggi rasio whey/casein, tinggi kadar laktosa, rendah fosfat, dimana kondisi ini lazim disebut 'bifidogenik'). Selain itu pada sejumlah penelitian terakhir terlihat bahwa ASI juga mengandung probiotik tertentu.

Tidaklah berlebihan jika ada pendapat yang menyatakan bahwa hadiah pertama lahirnya bayi ke dunia adalah bakteri dari sang ibu (baik dari rahim, jalan lahir dengan persalinan normal), dan ASI. Sayangnya, banyak bayi kurang mendapatkan ASI yang kaya probiotik dan mengandung prebiotik untuk menunjang kehidupan bakteri baik di saluran cerna, misalnya bayi prematur dan bayi yang tidak mendapat ASI karena alasan tertentu (misalnya ibu menderita HIV/AIDS dan tidak boleh menyusui bayinya).

No comments: