Keluarga muda dari kalangan eksekutif, terutama yang tinggal di kota-kota besar memang sudah memiliki gaya hidup yang metropolis. Salah satunya adalah memijatkan anak-anak mereka yang berusia tiga bulan sampai satu tahun lebih kepada seorang ahli fisioterapi. Dulu, setiap balita selalu dibawa orang tuanya untuk dipijatkan ke seorang dukun bayi. Pijatan ini dimaksudkan untuk membuat otot dan bagian tubuh si anak jadi lemas dan bila ada terjadi salah persendian, bisa segera disembuhkan. Dukun-dukun pijat spesial balita memang masih ada sampai sekarang. Hanya saja, umumnya mereka berpenampilan tua atau perempuan yang bersahaja.
Belakangan, membawa anak untuk diurut atau dipijat ke dukun anak mulai ditinggalkan, terutama bagi mereka yang berasal dari golongan ekonomi atas. Mereka lebih memilih untuk memijatkan anak-anaknya ke seorang ahli fisioterapi. Hal ini diakui oleh Lucia Ambarwati, seorang ibu muda yang memiliki anak berusia lima bulan. Lucia yang bekerja pada sebuah bank swasta bersuamikan seorang pengusaha yang memiliki kantor di Singapura. Keluarga muda ini tinggal di sebuah apartemen mewah di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Sekalipun terlahir dari keluarga Jawa, Lucia menghabiskan masa remaja dan sekolahnya di Arizona, Amerika Serikat. Sepulangnya ke Indonesia dia menikah dengan seorang pengusaha yang berkantor di Singapura. Hubungan dan pergaulannya dengan sesama pengusaha dan lingkungan tempat tinggalnya memang menjadikan Lucia tidak lagi terlalu mengenal kegiatan yang berbau tradisional. Alasan yang dikemukakan mengapa dirinya memilih membawa anaknya ke ahli fisioterapi adalah masalah legalitas. Lucia merasa nyaman kesana karena para terapis ini memiliki ijasah yang dilegalisir oleh negara. "Mereka itu terlatih sesuai dengan ilmu yang didapat. Jadi ada pertanggungan jawab secara medis," kata Lucia.
Mereka itu tahu betul akan anatomi tubuh anak. Jadi semua yang dilakukan berdasarkan petunjuk dari buku panduan atau pelajaran yang didapat. Hal lain yang dijadikan pertimbangan adalah tempat praktek. Klinik fisiotherapi umumnya berbentuk klinik modern yang memiliki berbagai kelengkapan medis yang memadai. Sehingga orang yang datang kesana seperti datang ke sebuah salon kecantikan atau tempat perawatan tubuh.
Lokasi klinik juga umumnya berada di daerah elit atau pusat perbelanjaan. Bahkan ada yang berada di apartemen, ini memang dibuat agar si pasien tidak terlalu repot mendatangi klinik. Selain itu, yang biasanya jadi pertimbangan keluarga yang membutuhkan jasa terapis ini adalah segi penampilan. Menurut Hesti salah seorang terapis yang sudah banyak menangani pijat anak-anak ini, penampilan jadi penting. "Ibu-ibu yang anaknya minta ditangani, pasti akan menilai penampilan dan cara kita berbicara. Tidak usah berlebihan, tapi tampil bersih dan harum dan lembut menghadapi anak-anak, ini jadi penilaian yang besar," katanya.
Lucia memiliki tempat terapi langganan. Lokasinya tidak jauh dari tempat tinggalnya. Di sana bersama beberapa orang wanita yang juga membawa anaknya untuk di terapi, Lucia akhirnya membentuk sebuah perkumpulan. Mereka bertemu secara rutin sebulan dua kali. Tentunya sambil mengajak anak-anaknya untuk diterapi.
Asiknya lagi menurut Lucia, jika sudah berlangganan, dirinya bisa setiap saat menelopn sang terapis untuk datang ke rumah. Ini pernah dilakukannya saat dia menerima beberapa kerabat dekatnya yang menginap di rumah. Dari perbincangan, mereka akhirnya mengungkapkan permasalahan yang menimpa anaknya masing-masing. Salah satunya adalah ada anak yang tidak doyan makan dan berat badannya terus turun. Lucia menganjurkan untuk dipijat. Mereka setuju dan Lucia menelpon sang terapis untuk memijat si anak di rumahnya. Ini dilakukan karena si anak sangat takut dengan suasana sebuah klinik.
Tapi tidak semua ibu muda di era modern ini memijatkan anaknya ke fisioterpi. Lina, salah seorang ibu muda yang memiliki dua anak mengaku lupa untuk merawat anaknya dengan cara memijatkan tubuh si anak pada orang yang ahli. "Jujur saja, saya hanya melihat fisik anak saya, selama kelihatan sehat dan doyan makan, maka saya anggap tidak ada masalah," katanya.
Cuma belakangan Lina baru menyadari ada perilaku anaknya yang agak aneh. Pada usia satu tahun, anak ini sering menggelengkan kepalanya. Hal itu jadi kebiasaan karena hampir setiap saat si anak selalu menggeleng. "Saya tahu kebiasaan aneh itu dari pembantu saya. Dia bilang anak saya suka sekali menggeleng-gelengkan kepala. Waktu saya tanya sama si anak, dia jawab kepalanya pegel," ungkap Lina.
Kemudian Lina membawa si anak ke seorang dukun pijat khusus anak-anak. Pelan-pelan bagian tubuh dan leher si anak di urut. Sampai lima kali diurut, akhirnya kebiasaan anak menggeleng tanpa sebab itu bisa hilang. Sejak itu, Lina menjadi lebih teliti dalam melihat perkembangan anak. Jatuh sedikit saja dia langsung membawa si anak untuk dipijat.
Pengalaman lain menimpa Nina, seorang ibu muda yang mendapat gangguan pada bagian bahunya saat berjalan atau mengangkat beban. Dari hasil pemeriksaan dokter ternyata ada bagian otot di bahu yang terjepit. Setelah ditelusuri riwayat penyakit tersebut, terjepitnya otot sudah berlangsung puluhan tahun. Nina mengingat kejadian saat usianya dua tahun. Dia sempat jatuh dari sebuah ayunan dan bagian bahunya membentur tanah dengan keras.
"Dulu aku sempat nangis dan minta di urut, tapi sama orang tua saya tidak dijalani. Jadi saya tahan aja sakitnya. Lama-lama sih hilang. Tapi waktu saya punya anak dan mulai mengendong bayi, tiba-tiba bagian bahu saya nyeri. Begitu juga kalau dipakai jalan. Katanya ada otot yang terjepit sejak lama. Menurut dokter ini bisa sembuh dengan cara operasi," katanya panjang lebar.
Dengan pengalaman buruk di masa kecil itulah yang selanjutnya membuat Nina lebih memperhatikan anaknya. Dia memilih untuk membawa anaknya ke dukun urut. Nina menganggap minyak yang dipakai dukun urut itu bukan minyak sembarangan, tapi minyak yang dibuat khusus untuk mengendorkan otot-otot yang kaku. "Dengan dukun urut setiap gerakan memijatnya selalu diiringi dengan doa. Jadi saya lebih sreg bawa anak saya ke sana," katanya.
Saturday, 8 September 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment