Sunday, 23 September 2007

Mi Instan

Mi instan adalah jenis makanan yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia. Sekitar 43,7 triliun bungkus mi instan dikonsumsi setiap tahunnya. Mi instan bersifat praktis, tahan lama, dan mudah disiapkan. Sayangnya, mi instan belum mencukupi kebutuhan gizi yang seimbang bagi tubuh.

Sejarah mi instan bermula di Jepang pada Perang Dunia II. Tujuan pembuatan mi instan pada jaman itu adalah untuk memenuhi kebutuhan logistik perang. Syarat ransum perang adalah segala jenis makanan yang praktis, tahan lama, dan mudah disiapkan.

Cara membuat mi instan sangat mudah dan praktis, yang dibutuhkan hanyalah air panas saja. Untuk jenis mi instan dalam cup (cup noodle), hanya tinggal dituangi air panas saja, sedangkan untuk jenis mi instan biasa diperlukan perebusan dalam air mendidih untuk mematangkannya. Apa pun jenisnya, kelezatan mi instan dapat langsung dirasakan hanya dalam hitungan beberapa menit saja.

Mi instan belum dapat dianggap sebagai makanan penuh (wholesome food) karena belum mencukupi kebutuhan gizi yang seimbang bagi tubuh. Mi yang terbuat dari terigu mengandung karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi kandungan protein, vitamin, dan mineralnya hanya sedikit. Pemenuhan kebutuhan gizi mi instan?dapat diperoleh jika ada penambahan sayuran dan sumber protein. Jenis sayuran yang dapat ditambahkan adalah wortel, sawi, tomat, kol, atau tauge. Sumber proteinnya dapat berupa telur, daging, ikan, tempe, atau tahu.

Satu takaran saji mi instan yang berjumlah 80 gram dapat menyumbangkan energi sebesar 400 kkal, yaitu sekitar 20% dari total kebutuhan energi harian (2.000 kkal). Energi yang disumbangkan dari minyak berjumlah sekitar 170-200 kkal. Hal lain yang?kurang disadari adalah kandungan minyak dalam mi instan yang dapat mencapai 30% dari bobot kering. Hal tersebut perlu diwaspadai bagi penderita obesitas atau mereka yang sedang menjalani program penurunan berat badan.

Salah satu kelebihan dari mi instan adalah keragaman rasa yang ditawarkan dari produsen. Keragaman rasa ditimbulkan oleh jenis bumbu yang ditambahkan. Rasa mi instan konvensional yang banyak dijumpai adalah soto ayam, kari ayam, ayam bawang, dan bakso. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa bahan baku mi instan dapat didiversifikasi dari bahan selain terigu. Bahan baku potensial lainnya yaitu jagung, umbi-umbian, dan sayur-sayuran.

Kelemahan dari konsumsi mi instan adalah kandungan natriumnya yang tinggi. Natrium yang terkandung dalam mi instan berasal dari garam (NaCl) dan bahan pengembangnya. Bahan pengembang yang umum digunakan adalah natrium tripolifosfat, mencapai 1% dari bobot total mi instan per takaran saji. Natrium memiliki efek yang kurang menguntungkan bagi penderita maag dan hipertensi. Bagi penderita maag, kandungan natrium yang tinggi akan menetralkan lambung, sehingga lambung akan mensekresi asam yang lebih banyak untuk mencerna makanan. Keadaan asam lambung yang tinggi akan berakibat pada pengikisan dinding lambung dan menyebabkan rasa perih. Sedangkan bagi penderita hipertensi, natrium akan meningkatkan tekanan darah karena ketidakseimbangan antara natrium dan kalium (Na dan K) di dalam darah dan jaringan.

Kelemahan lain mi instan adalah tidak dapat dikonsumsi oleh penderita autisme. Hal tersebut disebabkan karena mi instan mengandung gluten, substansi yang tidak boleh dikonsumsi oleh penderita autisme.

1 comment:

Just_Unney said...

haloo..

gw rada ga setuju ma kasiat kUnyit yAng bsa ditarO di muKa...

kUnyit kenA tangan ja bisa jadi kuNing- kuning n susah iLang kLo ga diCuci teRus menerus.. apa lagi ditaRo di waJah???