South Beach Diet, Cara Baru Melangsingkan Tubuh
FAKTA ini menunjukkan betapa kegemukan menjadi momok bagi banyak orang. Dari segi kesehatan hal itu baik. Kegemukan atau obesitas, selain mengurangi rasa percaya diri berkaitan dengan penampilan fisik, diketahui meningkatkan risiko berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit kardiovaskular.
Berbagai upaya dilakukan orang untuk terhindar dari kegemukan atau untuk mengatasinya bila sudah telanjur gemuk. Berdiet adalah salah satu contoh upaya tersebut. Berbagai jenis diet yang banyak diterapkan, antara lain diet tinggi protein-rendah karbohidrat (high protein-low carbohyadrate diet), diet rendah lemak-rendah karbohidrat (low fat-low carbohydrate diet), dan Atkins diet. Semuanya menjanjikan penurunan bobot badan (BB) yang cepat.
Namun, beberapa cara berdiet yang dia tidak didukung oleh bukti ilmiah yang kuat. Klaim menurunkan BB banyak didasarkan pada pengalaman pribadi beberapa orang yang belum bisa mencerminkan kebenarannya.
Beberapa metode diet juga sulit diterapkan. Terlalu banyak pantangan adalah salah satu contohnya. Susahnya memilih dan menyusun menu merupakan bentuk kesulitan lain. Ada juga cara berdiet yang menuntut kepatuhan yang tinggi dan kedisiplinan yang ketat. Akibatnya adalah pendiet sudah menyerah sebelum bentuk tubuh yang diidamkan tercapai.
“South Beach Diet”
Salah satu cara menurunkan BB yang relatif baru dan mudah diterapkan adalah South Beach Diet. Metode ini pertama sekali dikembangkan oleh dr Arthur Agatston, seorang kardiolog dari South Beach, Miami, Florida, Amerika Serikat (AS).
Metode ini secara “tidak sengaja” ditemukan oleh Agatston ketika memberikan diet bagi pasiennya yang mengalami masalah kesehatan jantung dan kardiovaskular berkaitan dengan obesitas yang dideritanya. Ternyata, diet tersebut berhasil menurunkan BB pasien. Sejak itu, diet tersebut-yang kemudian dikenal sebagai South Beach Diet (SBD)-menjadi amat populer di AS, bahkan di negara-negara lain.
Berbeda dengan metode diet yang lazim yang umumnya membatasi karbohidrat, lemak, atau protein secara ketat, SBD memberi pendiet keleluasaan untuk memilih makanan yang mereka sukai. Diet ini bukan diet rendah-karbohidrat juga bukan rendah-lemak. SBD menganjurkan pendiet memilih jenis karbohidrat dan lemak secara tepat.
Tiga tahapan
SBD terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
* Penurunan BB secara cepat
* Penurunan BB lanjutan, dan
* Pemeliharaan BB.
Tahapan pertama adalah masa pembatasan karbohidrat. Namun, tidak semua karbohidrat dihindari, hanya karbohidrat yang “buruk”, seperti kentang dan roti.
Pada tahapan ini pendiet tetap makan tiga kali sehari ditambah makan makanan selingan di antaranya. Ukuran makanan juga tidak perlu dikurangi. Tahapan ini dijalani selama minimal dua minggu dan dapat dilanjutkan hingga satu bulan. Setelah dua minggu menjalani tahapan pertama, diperkirakan BB turun antara 5 hingga 6 kilogram.
Tahapan kedua merupakan tahapan penurunan BB secara perlahan-lahan (0,5-1,0 kg/minggu). Tahapan ini dijalani hingga tercapai BB yang diinginkan (rentang waktu tidak dibatasi). Tahapan ini disebut juga sebagai tahapan pemberian karbohidrat (karbohidrat “baik”) kembali. Secara perlahan-lahan, asupan pangan sumber karbohidrat “baik”- biji-bijian, beras tumbuk, atau kacang-kacangan-ditingkatkan.
Beberapa jenis pangan yang masih dihindari, antara lain roti, kentang, dan wortel. Buah yang harus dihindari, antara lain semangka dan nanas.
Setelah menyelesaikan tahapan pertama dan kedua, tahapan selanjutnya adalah pemeliharaan BB. Tahap ini bertujuan untuk menjaga BB yang telah dicapai tidak naik atau turun. Pada masa ini, tingkat dan jenis asupan pangan lebih bebas. Sedapat mungkin dihindari makanan selingan (snacks).
Sebaiknya pendiet memilih kacang-kacangan (buncit, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang hijau) sebagai sumber lemak dan protein. Beberapa jenis beras merah dan brown rice adalah pilihan makanan pokok yang tepat.
Secara umum konsumsi buah, seperti, apel, pir, anggur, dan jeruk, tidak dibatasi. Diet pada tahapan ketiga ini dianjurkan untuk terus diterapkan.
“Slow-release carbohydrates”
Pada dasarnya, landasan ilmiah bagi SBD telah lama-tahun 1981-dibangun oleh dr David Jenkins, seorang Profesor Ilmu Gizi pada Universitas, Toronto, Kanada, ketika dia mengembangkan konsep indeks glikemik (IG).
Konsep ini lahir dari keinginan Jenkins untuk menemukan cara baru penatalaksanaan diet bagi penderita diabetes melitus, penderita obesitas, dan olahragawan. Dengan konsep ini, Jenkins mengelompokkan pangan menurut IG- nya, yaitu pangan ber-IG rendah (IG $<> 70) (saat ini sudah tersedia daftar IG dari lebih 600 jenis pangan, baik mentah maupun olahan).
IG adalah angka yang menyatakan kecepatan pangan menaikkan kadar gula (glukosa) darah setelah mengonsumsinya. Pangan yang memiliki IG tinggi menaikkan kadar gula darah dengan cepat dan sebaliknya.
Selanjutnya dikenal istilah slow release-carbohydrates, yaitu karbohidrat dari pangan yang dicerna dengan lambat dan karenanya diserap dengan lambat. Akibatnya adalah kadar gula darah naik secara perlahan-lahan. Inilah yang dalam SBD dikenal sebagai karbohidrat “baik”. Sebaliknya, high-release carbohydrates (karbohidrat “jahat”) adalah karbohidrat yang dicerna dan diserap dengan cepat sehingga kadar gula darah naik dengan cepat pula.
Apa kaitannya dengan penurunan BB?
Kehadiran gula dalam darah merupakan salah satu pemicu pengeluaran insulin dari pankreas. Tujuannya adalah menjaga kadar gula darah agar tetap normal (100-180 mg/dL setelah makan). Makin banyak gula di dalam darah, makin banyak insulin dikeluarkan.
Sekresi insulin yang berlebihan akan mengakibatkan tiga hal, yaitu (1) mendorong tubuh untuk menyimpan gula darah sebagai lemak, (2) menghambat pembakaran lemak (insulin lebih memilih menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi daripada lemak karena hal itu adalah cara yang paling efisien), dan (3) memberi kode kepada hati untuk mensintesa kolesterol.
Kalau yang dikonsumsi adalah pangan yang memiliki IG rendah-yang tidak menaikkan kadar gula secara mendadak-pankreas melepaskan insulin secara perlahan-lahan. Karenanya, tidak ada gula yang disimpan sebagai lemak, pembakaran lemak ditingkatkan sebagai sumber energi, dan tidak terjadi peningkatan sintesa kolesterol di hati.
Berbagai penelitian telah membuktikan peranan IG pangan pada mekanisme penyimpanan lemak tubuh. Miller dan koleganya dari Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Sydney, Australia, melalui penelitian pada pria dewasa, menunjukkan bahwa diet rendah-IG mampu menurunkan laju penyimpanan massa lemak total.
Studi pemberian diet rendah-IG di Afrika Selatan juga menunjukkan bahwa mereka yang mengonsumsi makanan yang yang memiliki IG yang rendah berkurang BB-nya rata-rata sebesar 7 kg setelah dua minggu masa pemberian-angka ini hampir sama dengan BB yang turun pada tahap pertama SBD.
Kelebihan lain dari pangan yang memiliki IG rendah adalah lebih mengenyangkan. Para peneliti di Universitas Sydney juga telah membuktikan hal ini. Pangan rendah-IG cenderung menunda rasa lapar. Mereka menemukan bahwa pada diet rendah-IG, orang belum merasa kenyang meskipun kuantitas pangan yang dikonsumsi sudah melampaui kebutuhannya. Akibatnya adalah konsumsi pangan yang berlebihan. Tampaknya SBD adalah alternatif baru untuk melangsingkan tubuh yang menjanjikan, selain karena relatif mudah diterapkan juga didukung oleh fakta ilmiah yang memadai.
Sumber : Albiner Siagian Pengajar pada Bagian Gizi FKM Universitas Sumatera Utara