Monday, 30 June 2008

Bugar dan Perkasa di Usia Senja

Ketika pasangan Anda mulai menginjak usia 40 tahun atau lebih, gejala andropause akan mulai mengintainya. Seperti apa saja, sih, gejalanya, dan benarkah pil biru dapat mengatasi andropause?

Jika menjelang memasuki gerbang usia senja perempuan akan mengalami menopause, maka pria akan mengalami andropause di usia seperti ini. Sayangnya, gejala-gejala andropause tidak sejelas menopause yang bisa terlihat secara fisik, yaitu berhentinya siklus menstruasi.

Nah, agar tak salah kaprah, Dr. Anita Gunawan MS. Sp. And., ahli andrologi yang berpraktik di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) akan memberikan penjelasannya mengenai andropause, sekaligus cara mengatasinya.

Andropause, mulai dikenal di dunia kedokteran pada tahun 1940-an. Kata Andropause diambil dari bahasa Yunani, yaitu andro yang berarti pria dan pause yang artinya penghentian. Jadi, andropause bisa diartikan sebagai berhentinya proses fisiologis pada pria.

Menurut Anita, andropause merupakan proses alami yang terjadi seiring bertambahnya usia pada pria. "Semua pria pasti mengalami andropause, dan gejalanya biasanya mulai terjadi pada pria yang sudah berusia di atas 40 tahun," ucap Anita.

GEJALA ANDROPAUSE
Di dunia kedokteran, lanjut Anita, istilah andropause juga dikenal dengan nama Partial Androgen Deficiency in Aging Male (PADAM). Gejala PADAM ini terjadi ketika produksi hormon testosteron, growth hormone, dan hormon melantonin menurun, sementara hormon prolaktin meningkat.

Perubahan kadar hormon ini mengakibatkan terjadinya andropause yang ditandai oleh perubahan yang dapat terlihat secara fisik. Misalnya, tubuh terasa panas, berkeringat terus-menerus, mudah lelah, insomnia, gelisah, dan timbul rasa takut.

"Emosinya juga mulai terganggu. Istilahnya cranky, moody tapi dia sendiri tidak tahu kenapa bisa begitu," ujar alumni Universitas Brawijaya Malang ini. Oleh karena itulah, biasanya pria yang tengah mengalami masa andropause ini mudah sekali marah atau tersinggung.

Suasana hati yang berubah ini, biasanya membuat pria menjadi kehilangan rasa percaya diri, penurunan motivasi, hingga depresi. Gejala-gejala lain dari androgen juga bisa menyerang vitalitas pria seperti berkurangnya tenaga, menurunnya kekuatan dan massa otot, penumpukan lemak, kehilangan rambut tumbuh, hingga osteoporosis.

Akan tetapi, gejala-gejala di atas jarang sekali disadari kaum pria yang ternyata dirinya sudah terkena andropause. "Biasanya, mereka akan kelabakan jika sudah terjadi gangguan pada fungsi seksualnya," ungkapnya lagi.

Menurunnya libido (gairah seksual) dan disfungsi ereksi adalah beberapa contoh gangguan fungsi seksual yang disebabkan menurunnya kadar testosteron di bawah angka normal. Wajar saja jika gangguan semacam ini dapat membangunkan pria dari tidurnya, karena bagaimanapun, masalah seks merupakan hal penting bagi pria.

Bahkan, menurut Anita, fenomena puber kedua yang terjadi pada kisaran usia ini juga sebenarnya disebabkan karena pria mengalami andropause. "Gejala andropause-lah yang menyebabkan pria berubah tingkah lakunya. Karena dia ingin menunjukkan dirinya masih gagah perkasa atau jantan, maka dia mulai bersolek," jelas dokter yang juga berpraktek di RS Siloam Kebon Jeruk ini.

Selain itu, oleh karena gejala-gejalanya terjadi secara perlahan dan tidak sekaligus, pria sering terlambat menyadari jika andropause sudah mengintainya. Apalagi, di usia 40 tahun ke atas, pada umumnya pria sedang berada dalam tahap pencapaian target dan peningkatan kualitas dalam hidupnya.

Hal ini menjadikan pria jadi kebingungan untuk membedakan, perubahan yang terjadi pada tubuhnya bukan hanya dipengaruhi kondisi eksternal, tetapi juga berasal dari dalam tubuhnya juga.

UBAH GAYA HIDUP
Bagi pria, usia 40 tahun ke atas memang menjadi awal timbulnya gejala andropause. Namun, pada kenyataannya akan berbeda pada satu pria dengan yang lainnya. "Semua pria pasti mengalami andropause, karena dia mengalami proses penuaan. Hanya prosesnya saja yang berbeda," tegas Anita.

Sementara itu, cepat atau lambatnya proses andropause terjadi pada pria, dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. "Pengaruh internal bisa dari tubuhnya sendiri atau genetik. Juga, bisa karena di dalam tubuhnya sudah mengidap penyakit yang disebut sindroma metabolik," urai Anita.

Sindroma metabolik yang dimaksud Anita adalah penyakit degeneratif seperti darah tinggi, kolestorel tinggi, atau kencing manis. "Jika dia mempunyai gejala sindroma metabolik, proses andropause bisa lebih cepat terjadi."

Sementara faktor luar atau eksternal, berasal dari lingkungan. Suasana yang tidak kondusif seperti kebisingan, terlalu sering terpapar sinar matahari, dan polusi yang bisa menyebabkan stres adalah beberapa contohnya.

"Semua faktor tadi bisa mengakibatkan stres secara fisik dan psikis," tambah dokter yang gemar hiking ini. Selain itu, penggunaan bahan kimia yang terdapat dalam produk rumah tangga, pertanian, hingga pabrik pun bisa mempercepat proses andropause pada pria.

Gaya hidup tidak sehat juga ditenggarai dapat mempercepat pria terkena gejala andropause. "Misalnya dia merokok, suka begadang, dan pola makannya tidak benar, bisa lebih cepat terkena andropause."

Oleh sebab itu, gaya hidup sehat memang menjadi kunci utama jika pria ingin memperlambat proses andropause. Dengan mempraktekkan gaya hidup sehat, imbuh Anita, proses penuaan sekaligus proses andropause akan melambat dengan sendirinya.

"Ubah pola hidup menjadi lebih sehat seperti menghindari polutan, memperbaiki lingkungan sekitar, olah raga yang cukup dan seimbang, juga pola makan sehat," tegas Anita. Dengan menjaga tubuh tetap bugar, tentu kualitas hidupnya pun akan meningkat dan gangguan-gangguan yang diakibatkan andropause bisa diperlambat.

Sayangnya, hingga saat ini, masih banyak saja pria yang salah mengerti, dan menganggap obat-obatan seperti viagra bisa membantu mengatasi andropause.

Padahal, Anita menandaskan, obat-obatan semacam itu adalah sexotonic dan tidak boleh diminum sembarangan, karena ada efek sampingnya. Lebih baik, lanjutnya, berkonsultasi langsung dengan androlog agar permasalahannya bisa langsung teratasi.

Oleh sebab itu, Anita menyarankan agar perempuan sebagai pasangannya menghadapi pria yang mengalami proses andropause, dengan kepala dingin. "Tak perlu bertanya-tanya atau cerewet, cukup amati saja. Apakah dia sudah mulai sakit-sakitan? Jika pasangannya ikut mengeluh, apalagi soal seksual, sebaiknya dibicarakan berdua." Jika tak bisa mengatasi sendiri, sekali lagi Anita menyarankan untuk berkonsultasi ke ahlinya atau androlog.

Lantas, pengobatan macam apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah andropause ini? Selain dengan memperbaiki gaya hidup, teknologi pengobatan seperti terapi sindroma metabolik dan sulih hormon bisa digunakan untuk mengatasinya. "Terapi sindroma metabolik itu, misalnya jika dia mengidap darah tinggi, ya diobati dulu darah tingginya, begitu juga dengan penyakit lainnya," papar Anita.

Terapi sulih hormon dilakukan dengan memberikan hormon testosteron (bisa lewat tablet, suntikan, koyo, sampai implan) dan harus dilakukan di bawah pengawasan dokter. Terapi ini harus dilakukan dengan hati-hati karena dikhawatirkan bisa memancing penyakit lain pada pria, seperti kanker prostat. "Sebelum terapi sulih hormon, pasien harus diperiksa dulu secara menyeluruh," ucap Anita.

No comments: